Jumat, 12 Februari 2016

Kado Istimewa ''Selataners'' Untuk Bikers yang Ingin Melewati Pantura

 Member Selataners beristirahat di Alas Roban, Jawa Tengah. (GATRAnews/Dok. Toha)

Jakarta, GATRAnews - Jalur Pantai Utara Jawa (Pantura) yang membentang membelah jalur utara Pulau Jawa memang masih menjadi rute favorit bagi para bikers yang melakukan perjalanan jauh. Selain mampu mempersingkat waktu tempuh menuju kota-kota besar di sepanjang jalur tersebut, tentunya kondisi lalu lintas yang saat ini terbilang sepi dibandingkan sebelumnya, menjadi agenda untuk menguji performa mesin tunggangan.


Dengan beroperasinya Tol Cipali memang menjadi 'berkah' bagi pengendara mobil yang ingin menuju bagian tengah Pulau Jawa dengan singkat. Bayangkan saja, dengan melintasi tol terpanjang di Indonesia tersebut, pengendara mobil dapat menghemat waktu tempuh hingga dua jam dibanding kala melewati jalur lama.
Terkesan seperti diacuhkan karena sudah ada Tol Cipali, kini kondisi jalur Pantura seperti terbengkalai tak terurus. Lubang menganga dengan diameter dan kedalaman bervariasi bakal ditemui di sepanjang jalur tersebut. Baik dari arah Jakarta menuju timur Pulau Jawa maupun sebaliknya.
Kondisi inilah yang dialami para member Honda Tiger Mailing List (HTML) Jakarta Selatan saat menggelar turing wajib Jakasembung (Jakarta-Semarang-Bandungan), 5 - 8 Februari lalu, dengan rute melewati jalur Pantura. Sepanjang jalan, rombongan yang berjumlah 12 motor dengan  13 orang yang dipimpin langsung Koordinator Wilayah (Korwil) Jaksel, Ferry Noer, mau tak mau harus menelan pil pahit tunggangannya harus menghantam lobang.
"Selepas dari Cikampek masuk Patrol hingga Kandanghaur, Indramanyu, jalur utama Pantura dipenuhi lubang-lubang. Begitu juga saat melewati Cirebon ke Pekalongan hingga menuju titik finish di Kota Semarang, meski volume-nya tidak terlalu banyak. Lebar dan kedalaman yang variatif sekitar 5-15 cm," jelas Denny Yamka, salah satu peserta turing Jakasembung, yang baru saja menuntaskan perjalanan jauhnya ke Titik 0 KM Sabang, akhir tahun lalu.
Parahnya lagi, kondisi ini malah makin menyeramkan saat kepulangannya. Perjalanan di malam hari plus hujan dengan intensitas sedang harus dilakoni oleh rombongan kian memperparah. Ternyata kondisi Pantura arah kepulangan ke Jakarta jauh lebih parah dibandingkan saat keberangkatan dan seperti perangkap bagi rombongan, yang akhirnya banyak peserta mengalami masalah di jalan.
"Awalnya rombongan diberangkatkan dengan 1 kloter, namun melihat kondisi ini mau tak mau akhirnya harus dipecah jadi 3 kloter sebagai solusinya. Laju motor pun diatur hingga rata-rata 40-60 km/jam, tidak lebih. Padahal karakter jalur Pantura yang cenderung lurus, enak untuk nguji performa motor dengan rata-rata kecepatan 80-100 km/jam," ujar Riyan Prianto.
Menurut pria yang juga telah melakukan turing ke Sabang tersebut, baru mengalami perjalanan 'terhoror' sepanjang ia melakukan turing ke berbagai daerah di tanah air. Bahkan para peserta banyak mengalami masalah di jalan. mulai dari pelek pecah atau penyok, ban bocor, spakbor pecah, hingga box mental. Apes lagi, sepanjang perjalanan tidak terlihat adanya perbaikan disana-sini.
"Baru kali ini saya turing takut kejebak lubang. Jadi gak enjoy riding-nya. Terhitung tiga kali saya menghantam lubang yang membuat top box mental ke jalan," ucapnya dengan menghela napas. Berdasarkan informasi dari penduduk setempat, perbaikan akan terjadi saat menjelang Lebaran saja. Sebuah rutinitas 'abadi' yang cukup mahfum bagi masyarakat Indonesia.
Baik Riyan maupun Denny pun menyarankan untuk menghindari melakukan perjalanan malam hari di jalur Pantura. Bila memaksa, pastikan penerangan kendaraan harus mumpuni dan jaga laju kendaraan se-ideal mungkin.
"Usahakan jalan saat siang hari agar bisa menghindari lubang-lubang yang ada di sepanjang jalur Pantura. Bahkan Korwil kami pun berkelakar bahwa ternyata Pantura lebih kejam dari jalur Sumatera," pungkas kedua dengan tertawa.

Editor : Toha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar